TAPUT, TAPANULIPOST.com – Upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan yang terjadi di masyarakat merupakan amanat dari nawa cita Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sistem zonasi merupakan salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghadirkan pemerataan akses pada layanan pendidikan, serta pemerataan kualitas pendidikan nasional.

Sistem zonasi adalah sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan wilayah tempat tinggal. Sistem tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dan ditujukan agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan non favorit.

Namun, sistem zonasi tersebut belum memungkinkan untuk diterapkan di Kabupaten Tapanuli Utara. Pasalnya, warga yang tinggal di desa-desa terpencil di daerah itu tidak akan memiliki peluang untuk mengeyam pendidikan di sekolah favorit.

Hal itu dikatakan Bupati Taput Nikson Nababan dalam keterangan tertulis yang diterima Tapanulipost.com, Kamis, 2 Juli 2020.

“Kondisi Tapanuli Utara dengan desa-desa yang masih terpencil dan jauh dari lokasi sekolah, bahkan untuk satu wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk yang besar masih memiliki satu sekolah. Contohnya SMA Negeri Pangaribuan dengan desa-desanya yang cukup jauh dan salah satu Desa Sigotom dengan posisi paling jauh dari lokasi sekolah dimaksud sama sekali tidak punya peluang untuk bersekolah di sekolah tersebut karena sistem Zonasi,” ujar Nikson Nababan.

Menurut Nikson, kondisi ini memberikan peluang yang sangat besar untuk si anak putus sekolah, karena dia tidak diterima di sekolah di kampungnya. Sementara untuk masuk sekolah swasta membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan kondisi ekonomi orangtua tidak mencukupi untuk itu, akhirnya putus asa dan tidak sekolah.

“Bagi saya, sepertinya ini bertentangan dengan isi Undang-undang nomor 23 tahun 2014 yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan urusan pemerintahan konkuren sebagai pelayanan dasar yang wajib diselenggarakan yang kewenangannya bisa diberikan Pemerintah Pusat, Propinsi maupun Pemerintah Daerah. Tetapi akan banyak yang berpeluang putus sekolah atau harus ngekost ke kota Tarutung atau ke Kota lainnnya hanya untuk menempuh pendidikan SMA sementara ini masih masuk masa wajib belajar 12 tahun,” papar Nikson.

“Saya bermohon kepada Pemerintah Pusat, khususnya Menteri Pendidikan agar kebijakan zonasi ini ditinjau ulang, sehingga semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan, khususnya sampai tingkat SMA,” tuturnya.

Menurut Bupati, bahwa sistem zonasi ini memang akan menguntungkan pada posisi di perkotaan yang wilayah dan sekolahnya sudah mendukung untuk itu. Tetapi kondisi geografi seperti Tapanuli Utara sangat merugikan bagi dusun-dusun yang lebih jauh dari lokasi tapi tidak memiliki peluang untuk sekolah di sekolah tersebut, sementara bisa saja dari kabupaten lain yang posisinya di perbatasan lebih dekat dengan sekolah tersebut lebih besar peluangnya masuk sekolah tersebut.

Apabila sistem zonasi ini juga diterapkan sampai tingkat universitas Negeri, maka peluang masyarakat Tapanuli Utara untuk kuliah di universitas favorit tidak ada lagi.

“Ini menjadi perhatian kita bersama, tugas kita bersama karena ini sudah banyak disuarakan masyarakat, terutama desa desa yang sekolahnya sangat terbatas,” pungkasnya. (ril)