SIDIMPUAN, TAPANULIPOST.com – Buah salak ternyata menjadi salah satu pemicu naiknya inflasi di Kota Sibolga. Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Sibolga di Graha Aulia Bank Indonesia (BI) Cabang Sibolga, pada Rabu, 22 Mei 2019.

Hal itu disampaikan Badan Pusat Statistik Kota Sibolga dalam pemaparannya di rapat koordinasi TPID Kota Sibolga. Dikatakannya, selain cabai merah, bawah putih dan tomat, buah salak juga salah satu pemicu inflasi.

Diketahui, pada April 2019, Kota Sibolga mengalami inflasi 1,15% (mtm) dan menjadi penyumbang inflasi tertinggi nomor dua di Sumut sesudah Kota Medan dengan inflasi 1,30% (mtm).

Dengan kondisi itu, Wali Kota Sibolga Syarfi Hutaruk dalam rapat koordinasi TPID, menyampaikan harus dilakukan langkah konkrit untuk menekan laju inflasi.

Menurut, Kepala Kantor Perwakilan BI Sibolga, Suti Masniari Nasution, tingginya permintaan salak di Kota Sibolga membuat harga buah yang didatangkan dari Kota Padangsidimpuan itu menjadi naik.

“Karena tingginya permintaan salak, makanya harganya sedikit naik. Tapi naiknya tidak signifikan, apalagi komponen salak dalam inflasi tidak terlalu besar, paling besar itu cabai merah,” jelas Suti Masniari.

Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Padangsidimpuan, Arwin Siregar mengungkapkan, hal itu terjadi karena stok salak di awal tahun menurun, sehingga mempengaruhi harga. Jadi musim salak baru terjadi pada Bulan Agustus dan Oktober.

“Salak ini kan ada musimnya, kalau nanti bulan Agustus dan September, yakinlah salak itu pasti banyak. Salaknya banyak dan bagus. Sekarang memang salak yang bagus itu payah, lagi tidak musimnya. Maret April salak memang sedikit,” ungkap Arwin usai sidak harga sembako di Pasar Sangkumpal Bonang Kota Padangsidimpuan bersama Kepala KPw BI Sumut Wiwiek Sisto Widayat didampingi Kepala KPw BI Sibolga Suti Masniari Nasution, Kamis, 23 Mei 2019.(red)