Tapanulipost.com – Saat ini masih banyak masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk merawat dan memperlakukan uang rupiah dengan baik. Di pasar tradisional misalnya, kita masih sering melihat para pedagang maupun pembeli yang melipat bahkan meremuk lembaran uang rupiah yang digunakan saat bertransaksi. Bahkan ada yang menulis angka-angka pada lembaran uang kertas untuk membeli togel.
Bukan hanya itu, di berbagai media sosial kita juga dipertontonkan dengan uang rupiah yang dibuat untuk hadiah berupa rangkaian bunga atau bucket uang maupun dibuat dengan bentuk lainnya, di mana uang rupiah tersebut ditempel, distapler, dan dilipat.
Padahal, rupiah adalah mata uang atau alat pembayaran yang sah digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rupiah tidak hanya sekadar alat pembayaran, tetapi juga merupakan simbol kedaulatan negara dan alat pemersatu bangsa, seperti yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Selain itu, dengan bertransaksi menggunakan rupiah, secara tidak langsung kita telah membela Negara, menjaga kestabilan nilai tukar dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap rupiah.
Namun, masih banyak masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk merawat dan memperlakukan uang rupiah, serta pemahaman ciri-ciri serta keaslian uang rupiah.
Hal ini mencerminkan bahwa sebagian masyarakat masih melihat rupiah hanya sebagai alat transaksi semata, tanpa memiliki rasa cinta, bangga, dan pemahaman yang cukup tentang mata uang nasional ini.
Guna menghadapi tantangan ini, Bank Indonesia khususnya Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga terus gencar melakukan sosialisasi dan edukasi terkait rupiah dengan tagline “Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah” (CBPR).
Sasaran sosialisasi adalah masyarakat umum, baik itu kepada pelajar, mahasiswa, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) serta kelompok pedagang, dan juga wartawan yang menjadi ujung tombak dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat luas.
Sosialisasi, edukasi maupun bentuk Training of Trainers (ToT) dilaksanakan dengan tujuan untuk menciptakan perilaku positif masyarakat dalam menumbuhkan kecintaan, kebanggaan, dan pemahaman terhadap rupiah yang lebih baik.
Di beberapa acara sosialisasi Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah (CBPR), Kepala KPw Bank Indonesia Sibolga, Yuliansah Andrias mengungkapkan keprihatinannya tentang dampak negatif dari penggunaan mata uang asing di beberapa wilayah Indonesia. Dia menegaskan bahwa bangsa ini tidak ingin mengulangi kasus seperti Pulau Sepadan dan Ligitan di Kalimantan Utara yang lepas dari NKRI. Oleh karena itu, Bank Indonesia mendorong masyarakat untuk memiliki rasa kebanggaan terhadap rupiah.
Menurutnya, memiliki rasa kebanggaan terhadap rupiah adalah langkah pertama untuk memperlakukan uang rupiah dengan baik. Ini juga membantu masyarakat untuk lebih memahami pentingnya rupiah dalam ekonomi nasional.
“Dan juga agar masyarakat bangga terhadap rupiah sebagai simbol kedaulatan, alat pembayaran yang sah dan alat pemersatu bangsa,” ucap Yuliansah.
Bank Indonesia Sibolga, melalui “Pejuang Rupiah” yaitu Assisten Penyelia Perkasan Bank Indonesia Sibolga, Saddam Husein Pasaribu, yang sering menjadi narasumber sosialisasi, menerangkan bahwa Cinta, Bangga dan Paham Rupiah (CBPR) merupakan program Bank Indonesia yang dilakukan untuk menumbuhkan kecintaan, kebanggaan, dan pemahaman rupiah yang lebih baik melalui pengenalan ciri-ciri dan cara merawat rupiah.
Ia menjelaskan, Tagline “Cinta Rupiah”, yang merupakan perwujudan dari kemampuan masyarakat untuk mengenali karakteristik dan desain rupiah, memperlakukan rupiah secara tepat dengan prinsip 5J (jangan dilipat, jangan dicoret, jangan distapler, jangan diremas, dan jangan dibasahi), serta menjaga diri dari kejahatan uang palsu.
Menurut Saddam, mengenali dan merawat uang rupiah merupakan bentuk kecintaan terhadap rupiah. Semakin banyak masyarakat yang mengenali dan memahami ciri-ciri keaslian rupiah, maka akan semakin kecil peluang dari oknum pemalsu uang rupiah.
Dia juga menekankan pentingnya mengenali ciri-ciri khusus rupiah, seperti prinsip 3D (dilihat, diraba, dan diterawang), serta merawat rupiah dengan baik. Hal ini adalah bentuk konkret dari cinta terhadap mata uang nasional.
“Cinta rupiah ini dapat ditunjukkan dengan mengenali, merawat, dan menjaga rupiah serta menghindari peredaran uang palsu dan tidak layak edar,” ujar Saddam.
Tagline “Bangga Rupiah” mengingatkan kita bahwa rupiah adalah bukti perjuangan dalam membangun Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sebelum kemerdekaan, setiap wilayah di NKRI memiliki mata uang sendiri. Rupiah dengan nama ORI (Oeang Republik Indonesia) yang pertama kali diedarkan pada 30 Oktober 1946, menjadi simbol kemerdekaan dan persatuan.
Untuk meningkatkan kebanggaan terhadap rupiah melalui pengenalan sejarah uang, Bank Indonesia Sibolga menyelenggarakan Capacity Building Wartawan yang bertugas di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, pada tanggal 6-9 September 2023.
Dipandu oleh Randy Rafsanjani, sejumlah Wartawan, yang menjadi “Pejuang Komunikasi” kebijakan Bank Indonesia, diajak menjelajahi Museum Bank Indonesia yang berada di gedung bekas De Javasche Bank di Kota Tua Jakarta.
Semua upaya ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya cinta, bangga, dan pemahaman terhadap uang rupiah. Dengan demikian, kita semua dapat berperan aktif dalam menjaga, merawat dan memperlakukan uang rupiah, serta memahami ciri-ciri serta keaslian uang rupiah, sehingga kita terhindar dari uang palsu, serta membantu menjaga stabilitas nilai tukar uang dan memperkuat kedaulatan ekonomi Indonesia. (Preddy Situmorang)
Baca Berita menarik lainnya dari Tapanulipost.com di GOOGLE NEWS
Tinggalkan Balasan