TAPTENG, TAPANULIPOST.com – Martua Sabar Hasugian (59) warga Kampung Bakelok, Kelurahan PO Hurlang, Kecamatan Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, memohon kepada Pengadilan Negeri (PN) Sibolga untuk tidak mengeksekusi rumahnya.

Permohonan itu disampaikan Martua Sabar Hasugian, karena menurutnya putusan PN Sibolga yang menolak gugatannya, belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Martua mengatakan, ia masih mengajukan banding atas perkara tersebut.

Sebelumnya, pada 12 Desember 2018 lalu, Martua Sabar Hasugian mengajukan gugatan di PN Sibolga atas sebidang tanah seluas 98 m2 berikut bangunan miliknya di Kelurahan Kolang Nauli, Kecamatan Kolang, Tapanuli Tengah, karena akan dieksekusi setelah dilelang oleh salah satu bank.

Namun, Majelis Hakim PN Sibolga yang menangani perkara tersebut menolak gugatannya sesuai putusan perkara Nomor : 59 /Pdt.G / 2018 /PN SBG tanggal 22 Mei 2019.

Atas putusan tersebut, Martua mengajukan banding. Akan tetapi pada tanggal 12 Juli 2019, PN Sibolga melalui panitera mengirimkan surat pemberitahuan eksekusi kepada Martua.

Padahal, menurut Martua, sebelumnya dia sudah mengajukan akta permohonan banding pada Rabu, 26 Juni 2019. Kemudian memori banding dia serahkan pada 5 Juli 2019 lalu.

“Saya selaku Penggugat/Pembanding dahulu Terlawan, masih menempuh jalur upaya hukum banding di tingkat Pengadilan Tinggi Medan. Untuk itu saya mohon kepada Ketua PN Sibolga Cq Kepala Panitera dan Juru Sita agar menghentikan pelaksanaan eksekusi terhadap rumah saya, karena perkara tersebut belum belum berkekuatan hukum tetap (inkrach),” kata Martua kepada Tapanulipostcom, Sabtu, 20 Juli 2019.

Menurut Martua, bahwa putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah telah melalui proses peradilan, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri sampai dengan tingkat Pengadilan Tinggi.

“Putusan perdata memiliki kekuatan hukum tetap pada putusan pengadilan tingkat pertama apabila para pihak tidak melakukan banding dan kasasi. Sementara dalam perkara yang saya hadapi sendiri masih dalam proses banding di PT Medan dan belum berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.

“Dalam hal ini menjadi pertanyaan bagi saya. Jika besok tanah dan rumah saya jadi dieksekusi, lalu apabila nantinya saya memenangkan perkara di tingkat Pengadilan Tinggi Medan atas banding saya sendiri, dan kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Lalu siapa yang bertanggung jawab untuk mengembalikan objek perkara seperti semula. Adakah surat pegangan bagi saya dalam pengembalian objek perkara tersebut,” tanya Martua.

Martua menegaskan, bahwa objek perkara yang dipersengketakan saat ini masih sah miliknya sendiri dan belum pernah dibalik namakan kepada pihak lain. Sehingga dia menilai pelaksanaan eksekusi yang akan dilakukan pada Selasa 23 Juli 2019 nanti, tidak sah dan cacat hukum.

“Ini sudah jelas cacat hukum dan sangat menyalahi prosedur eksekusi. Demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, saya mohon pelaksanaan eksekusi dibatalkan menunggu putusan berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Tinggi Medan, Mahkamah Agung Republik Indonesia,” pintanya.(red)