TAPTENG, TAPANULIPOST.com – Sidang perkara penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dengan terdakwa Sukran Jamilan Tanjung, kembali digelar di PN Sibolga, Senin, 8 Juli 2019.

Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa Sukran Jamilan Tanjung, mantan Bupati Tapteng tersebut diketuai oleh Martua Sagala didampingi hakim anggota Marolop Bakkara dan Obaja Sitorus.

Selama persidangan, majelis hakim mencecar Sukran dengan sejumlah pertanyaan terkait penyerahan uang dari Sartono Manalu selaku saksi pelapor. Sukran pun mengaku telah menerima sejumlah uang dari Sartono Manalu dengan beberapa kali penyerahan dengan total sebanyak Rp350 juta.

Namun, Sukran membantah telah menjanjikan suatu pekerjaan (proyek) kepada Sartono Manalu karena telah diberikan pinjaman uang.

Sukran mengaku bahwa uang tersebut dia pinjam dari Sartono Manalu untuk keperluan persiapan menjadi calon bupati. Sukran pun mengatakan akan membayar pinjaman tersebut setelah selesai Pilkada.

“Uang pinjaman, untuk persiapan calon bupati. Karena saya berencana maju sebagai calon bupati saat itu dan saya akan kembalikan setelah Pilkada. Pinjaman itu sudah saya cicil,” ungkap Sukran.

Sukran mengungkapkan, pada tahun 2016 lalu dia berencana kembali maju menjadi calon Bupati Tapteng. Dia pun meminta bantuan kepada Roder Nababan untuk mencari tempat peminjaman uang untuk keperluan persiapan mencalon bupati.

Kemudian, Roder Nababan yang pada saat itu sebagai Penasihat hukum Pemkab Tapteng, membawa Sartono Manalu ke rumah dinas bupati dan mengenalkan kepada Sukran yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Tapteng.

“Saya sampaikan ke Roder, bahwa saya perlu uang menjadi calon bupati. Lalu dia bawa Sartono Manalu untuk tempat meminjam saya. Roder Nababan itu adalah pengacara Pemkab Tapteng. Lalu Roder Nababan membawa Sartono ke rumah dinas, lalu menyerahkan uang sebesar Rp120 juta,” ungkap Sukran.

Selain di rumah dinas, Sukran juga mengaku menerima uang pinjaman dari Sartono melalui ajudannya Fahrul Rozi, baik yang diterima langsung maupun yang ditransfer ke rekening Fahrul Rozi.

Akan tetapi, Sukran tetap ngotot mengatakan bahwa dirinya tidak menjanjikan suatu pekerjaan kepada Sartono meski hakim mencecar pertanyaan serupa kepada Sukran.

Usai menyodorkan sejumlah pertanyaan kepada terdakwa, hakim kemudian mengatakan akan melanjutkan sidang pada tanggal 23 Juli 2019 mendatang.

Sukran pun mengajukan akan menghadirkan saksi meringankan dan saksi ahli. Sukran mengatakan akan menghadirkan saksi ahli hukum pidana, Mahmud Mulyadi.

Mahmud Mulyadi adalah seorang Pakar Hukum Pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU). Mahmud Mulyadi beberapa kali dihadirkan sebagai saksi ahli oleh KPK dalam persidangan. Diantaranya pada sidang Praperadilan tersangka kasus korupsi E-KTP Setya Novanto, dan sidang Praperadilan Romahurmuziy atau Rommy tersangka kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama.

Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syakhrul Effendy Harahap mendakwa Sukran Jamilan Tanjung telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam ketentuan Pasal 378 KUHP, 372 KUHP, Pasal 3 dan 4 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

JPU dalam dakwaannya menyebutkan, terdakwa Sukran Tanjung semasa menjabat sebagai Bupati Tapanuli Tengah diduga melakukan penipuan terhadap pelapor Sartono Manalu.

Pada tahun 2016, terdakwa Sukran Jamilan Tanjung menjanjikan proyek senilai Rp5 miliar kepada Sartono Manalu, asalkan bersedia menyerahkan fee sebesar Rp500 juta. Proyek senilai Rp5 miliar yang dijanjikan berada di Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Tengah.

“Atas janji tersebut korban percaya dan menyerahkan uang panjar fee proyek sebanyak Rp350 juta, dengan beberapa kali pembayaran. Namun nyatanya proyek yang dijanjikan terdakwa tidak ada, justru rekanan yang lain mengerjakan proyek tersebut,” sebut JPU, Syakhrul Effendi Harahap.

Karena proyek yang dijanjikan tidak jadi kunjung diberikan, Sartono Manalu meminta kembali uang panjar fee proyek sebesar Rp350 juta yang sudah diserahkan kepada terdakwa. Namun terdakwa hanya berjanji-janji akan mengembalikan uang tersebut sampai masa jabatan terdakwa selesai sebagai Bupati Tapanuli Tengah.

“Karena terdakwa tidak mengembalikan uang pelapor, sehingga korban melaporkan kasus tersebut ke Poldasu dengan kasus dugaan penipuan,” ungkap JPU. (red)