TAPANULIPOST.com – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menjelaskan alasan tertundanya sidang etik terhadap mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa, yang saat ini menjadi terdakwa dalam kasus narkoba.

Menurut Polri, setiap kasus memiliki karakteristik uniknya sendiri dan tidak bisa dibandingkan dengan kasus lainnya.

“Kasusnya berbeda, jadi kasus TM (Teddy Minahasa) dan Sambo tidak bisa dibandingkan sama sekali. Tidak mungkin,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat ditanya mengapa sidang etik Sambo dilakukan sebelum proses pidana, sementara kasus Teddy berbeda, Jumat (3/3/2023).

Dedi menjelaskan bahwa Irjen Teddy akan menjalani sidang etik setelah persidangan pidananya selesai. Dia mengatakan bahwa kewenangan untuk mengadakan sidang etik ada di tangan hakim komisi etik Polri.

“Kita tidak perlu terlalu detail, karena kewenangan itu ada pada hakim komisi etik. Hakim tersebut melakukan rapat sebelum mengadakan sidang.

Kita harus menunggu hingga proses pidana selesai, seperti kasus Eliezer di mana vonis diumumkan setelah proses pidana selesai,” tambahnya.

“Setiap kasus memiliki karakteristik uniknya sendiri, dan memiliki penafsiran hakim komisi etik yang memiliki alasan yuridis sendiri yang dapat dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Teddy Minahasa telah menjalani sidang dakwaan terkait kasus narkoba di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (2/2).

Teddy Minahasa didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu hasil barang sitaan seberat lebih dari 5 gram. Perbuatan itu dilakukan Teddy bersama tiga orang lainnya.

“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Jakbar, Kamis (2/2).

Tiga orang yang dimaksud adalah mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Doddy Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti. Mereka didakwa dengan berkas terpisah.

“Bahwa terdakwa bersama-sama dengan saksi Doddy Prawiranegara, saksi Syamsul Maarif bin Syamsul Bahri dan saksi Linda Pujiastuti alias Anita (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah Splitzing),” kata jaksa.

Teddy didakwa Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Teddy dan tiga rekannya yang didakwa secara terpisah diduga melakukan tindak pidana tersebut di sebuah rumah di kawasan Cibubur pada bulan November 2022.

Sebelumnya, Polri juga telah menggelar sidang etik terhadap mantan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo terkait kasus yang sama dengan Teddy Minahasa.

Listyo dianggap telah melanggar kode etik Polri karena tidak melaporkan adanya dugaan keterlibatan Kapolda Sumbar saat masih menjabat sebagai Kabareskrim.

Namun, Dedi Prasetyo menegaskan bahwa kasus Teddy Minahasa memiliki karakteristik yang berbeda sehingga tidak bisa disamakan dengan kasus Listyo.

Ia juga menegaskan bahwa sidang etik terhadap Teddy Minahasa akan dilakukan setelah proses pidananya selesai.

Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi terhadap anggota Polri yang terbukti melanggar kode etik berada di tangan hakim komisi etik Polri.

Sebelum sidang etik dilakukan, hakim komisi akan melakukan rapat untuk membahas kasus tersebut dan menentukan tindakan yang akan diambil.

Meskipun demikian, Polri menegaskan bahwa mereka tidak akan berandai-andai dalam menentukan tindakan yang tepat.

Mereka akan menunggu proses hukum selesai terlebih dahulu sebelum melakukan sidang etik terhadap Teddy Minahasa.