TAPTENG, TAPANULIPOST.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Tapanuli Tengah menyatakan, saat ini Kabupaten Tapteng sedang dalam kondisi darurat kekerasan seksual pada anak.
Hal itu diutarakan Komisioner KPAID Tapteng melihat tingginya jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada masyarakat Tapteng khususnya anak-anak dibawah umur.
Dipaparkan, berdasarkan data yang ada jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak umur 14 tahun ke bawah di Tapteng pada tahun 2016 sebanyak 43 kasus. Sementara tahun 2017 hingga September ada sebanyak 36 kasus.
“Jika dilihat dari jumlah kasusnya, maka Tapanuli Tengah sudah darurat kekerasan seksual terhadap anak. Jumlah Itu masih yang dilaporkan ke KPAI, sementara masih banyak tindakan kekerasan yang tidak dilaporkan,” kata Komisioner KPAID Tapteng, Dina Renta Uli Hutagalung, S.Si, S.Pd selaku Pokja Sosialisasi dan Advokasi didampingi Maris Kristina Lumbantobing selaku Pokja Data dan Informasi kepada TAPANULIPOST.com di kantor KPAID Tapteng di Pandan, Rabu, 4 Oktober 2017.
[irp posts=”1787″ name=”Dinas Pendidikan Tapteng akan Launching Kartu Indonesia Pintar untuk Pencairan Dana PIP”]
Menurutnya, salah satu faktor meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual pada anak disebabkan adanya penurunan nilai spiritual di kalangan masyarakat. Untuk itulah sejak dibentuk pada tahun 2015 lalu, KPAI Tapteng terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar dapat mencegah dan menghindari tindak kekerasan pada anak.
Diungkapkan, salah satu sosialisasi yang sudah dilakukan dengan menjelaskan siapa-siapa saja pelaku tindakan kekerasan seksual kepada anak dan bagaimana melaporkan kasus tersebut.
“Kita yakin dengan adanya sosialisasi yang sudah kami lakukan, masyarakat akan berani melaporkan tindakan kekerasan kepada KPAID Tapteng. Jika masyarakat mengetahui ada tindakan kekerasan seksual kepada anak agar segera dilaporkan kepada KPAI di Pandan, atau dengan menghubungi Pokja Pengaduan di nomor telepon 085296051100,” tukasnya.
Komisioner KPAID ini mengakui, pihaknya belum bisa maksimal melakukan sosialisasi sampai ketingkat desa atau kelurahan mengingat jumlah kecamatan di Tapteng cukup banyak dan derahnya yang luas.
“Juga dibutuhkan anggaran yang besar dan tenaga di tingkat kecamatan sampai dengan desa. Sementara jumlah kita juga masih terbatas,” ujarnya.
[irp posts=”1779″ name=”Bayi Berkepala Dua Lahir di Tapteng”]
Walaupun demikian, lanjutnya, kehadiran KPAI telah dapat dirasakan masyarakat Tapteng walaupun belum secara umum, karena tujuan KPAI ini bagaimana mencegah jangan sampai terjadi tindakan kekerasan seksual kepada anak-anak.
Sementara upaya yang dilakukan KPAID Tapteng terhadap para korban tindak kekerasan seksual anak adalah melakukan pendampingan agar korban bisa keluar dari rasa trauma yang dialami.
“Namun, kita masih terkendala jika rumah korban berada di pelosok desa. Seyogianya harus ada rumah aman bagi para korban untuk dilatih dan didampingi hingga traumanya hilang. Di rumah aman itulah mental dan psikologis korban dibina dan dikuat kembali dengan menghadirkan psikiater dan juga dokter-dokter yang membidangi hal itu. Tapi karena terkait anggaran dari Pemkab, sehingga belum ada rumah aman di Tapteng. Sedangkan tindakan pada pelaku adalah tindakan Diversi sesuai dengan rujukan pada Pasal 1 angka 7 UU 11/2012 tentang penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, atau dengan kata lain sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi,” ungkapnya. (red)
Tinggalkan Balasan