TAPANULIPOST.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa virus Marburg (MVD) sedang menyebar luas di Afrika, sehingga banyak orang yang khawatir.

Pada 22 Maret 2023, WHO melaporkan bahwa penyebaran penyakit akibat virus Marburg masih terus berlanjut di Guinea Khatulistiwa dan telah terkonfirmasi 29 kasus, dengan 27 orang meninggal.

Selain di Guinea Khatulistiwa, Tanzania di Afrika Timur juga mengumumkan wabah pertama penyakit virus Marburg yang mematikan. Ada delapan kasus yang tercatat, dengan lima orang meninggal dunia pada tanggal 22 Maret.

Virus Marburg telah menyebar dari distrik pedesaan di Guinea Khatulistiwa ke daerah yang lebih padat penduduknya.

Advertisements

Ini adalah kasus pertama yang terjadi di kedua negara dan wabah saat ini di Guinea Khatulistiwa dianggap sebagai yang terbesar keempat yang pernah tercatat.

“Konfirmasi kasus-kasus baru ini adalah sinyal penting untuk meningkatkan upaya respons untuk menghentikan rantai penularan dengan cepat dan mencegah potensi wabah skala besar dan korban jiwa,” kata Dr. Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika.

Namun, untuk Indonesia belum ada laporan terkait kasus atau suspek penyakit Marburg. Meskipun demikian, pemerintah meminta masyarakat untuk tetap waspada dan melakukan kewaspadaan dini terhadap penyakit virus Marburg.

“Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril.

Virus Marburg merupakan salah satu virus paling mematikan dengan gejala yang mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal ini, menurut dr. Syahril, yang menyebabkan penyakit virus Marburg sulit untuk diidentifikasi.

Gejalanya meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina, atau melalui muntah dan feses yang muncul pada hari ke-5 sampai hari ke-7.

Sampai saat ini, belum ada vaksin yang tersedia di dunia, vaksin masih dalam pengembangan. Saat ini ada 2 vaksin yang memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.

“Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” ucap dr. Syahril.