JAKARTA, TAPANULIPOST.com – Dewan Pers dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuat nota kesepahaman (MoU). Lewat MoU ini KPAI bisa melaporkan langsung media yang melanggar kode etik dalam pemberitaan tentang anak ke Dewan Pers tanpa perlu ada laporan sebelumnya.
Kesepahaman itu ditantangani oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dan Ketua KPAI DR. Susanto, MA di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis, 12 April 2018.
Dengan adanya MoU tersebut, kini wartawan yang membuat berita tentang anak yang tersangkut perkara pidana harus benar-benar cermat dalam soal identitas anak. Pengungkapan identitas anak yang tersangkut perkara pidana dalam pemberitaan di media cetak dan elektronik akan terancam hukuman pidana penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Komisioner KPAI, Retno Lisyarti mengungkap beberapa contoh berita yang dibuat oleh media yang masih lalai dalam memberitakan anak yang tersangkut atau menjadi korban pidana.
[irp posts=”3466″ name=”1.078 Penduduk Tapteng Belum Masuk Data Base Kependudukan”]
Menurutnya, identitas anak yang menjadi korban pidana atau terdakwa dalam perkara pidana harus dirahasiakan.
“Soalnya ini menyangkut masa depan si anak,” katanya dalam sesi diskusi sebelum MoU ditandatangi.
Dalam pasal 19 UU No.11/2012 Tentang Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA) dikemukakan bahwa (pasal 1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak maupun elektronik.
(Pasal 2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orangtua, alamat, wajah dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan/atau anak saksi.
[irp posts=”3463″ name=”Petugas Damkar Tapteng Beri Penghormatan Terakhir kepada Rekannya yang Gugur Saat Bertugas”]
Wartawan, baik disengaja maupun tidak disengaja mengungkap jatidiri anak yang tersangkut perkara pidana seperti yang diuraikan di atas, kata Retno, bisa diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
“Begitulah aturan yang ada untuk melindungi anak-anak kita. Kalau tidak suka silahkan ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi,” tandas Retno. Menurut Retno hal ini menjadi keprihatinan KPAI dan juga Dewan Pers.
Rencana penerapan pasal 19 UU No.11/2012 Tentang Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA) untuk menghakimi wartawan yang lalai dalam membuat berita sehingga identitas anak terungkap, mendapat reaksi yang keras dari peserta diskusi.
Soalnya Penerapan UU lain selain UU No 40 tentang Pers untuk menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan kerja dan hasil kerja wartawan bisa menjadi yurisprudensi.
“Nanti lembaga lain bisa juga membuat MoU yang sama dengan Dewan Pers,” kata Kamsul Hasan, Ketua Dewan Kehormatan PWI DKI Jakarta.
[irp posts=”3447″ name=”Bakhtiar Sibarani : Satu Orang Saja Mengaku Beri Uang, Saya Berhenti Jadi Bupati”]
Kamsul melanjutkan, ada baiknya sebelum membuat MoU dengan pihak lain seperti yang dilakukan kali ini dengan KPAI, Dewan Pers melakukan audiensi dengan organisasi profesi kewartawanan seperti PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen), IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia), AWNI ( Aliansi Wartawan Nasional Indonesia) dan lain sebagainya.
“Jadi ketika dilakukan penandatangan MoU sudah menyerap aspirasi wartawan,” katanya.
Atas kekhawatiran akan penerapan undang-undang lain dalam perkara yang menyangkut insan pers, Yosep Adi Prasetyo menerangkan kalau hal itu tidak akan terjadi. Soalnya selama ini Dewan Pers sudah punya MoU dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Untuk perkara yang behubungan dengan insan pers akan diserahkan kepada Dewan Pers untuk melakukan penyelesaian.
“Selama ini kita sudah punya Mou dengan Kepolisian dan Kejaksaan, perkara yang berhubungan dengan wartawan akan diserahkan kepada Dewan Pers,” terangnya. ***
Tinggalkan Balasan