MEDAN, TAPANULIPOST.com –  Proses seleksi calon anggota Panitia Pengawas (Panwas) kabupaten/kota untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) se-Sumatera Utara, menuai protes. Pasalnya, banyak calon anggota Panwas yang lulus seleksi 6 besar, disebut sudah pernah terkena saksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).

Sebagaimana diketahui, kini proses seleksi calon anggota Panwas telah memasuki tahap pengumuman enam besar. Selanjutnya para calon tersebut akan kembali diseleksi tiga besar menjadi anggota panwas untuk Pilkada serentak 2018.

Pengumuman enam besar hasil seleksi wawancara yang dilakukan tim seleksi (timsel), rupanya diprotes sejumlah peserta yang ikut seleksi calon panwas. Sebab, sejumlah nama yang diumumkan itu diduga ada titipan dari pihak tertentu. Selain itu, ada juga isu pungli yang mencuat pada seleksi calon panwas tersebut.

[irp posts=”1470″ name=”236 Atlit Silat Perebutkan Medali Bupati Tapteng”]

Koordinator Komunitas Pemilu Bersih, Rudi Samosir mengungkapkan, dia bersama sejumlah rekan lainnya yang ikut seleksi calon panwas Pilkada di kabupaten/kota, merasa ada upaya mengutak-atik siapa calon pemenang anggota panwas. Mereka menduga ada keterlibatan antara tim pansel dan Bawaslu Sumut dalam permainan itu.

“Misalnya di wilayah I, terjadi perbedaan. Timsel sudah menetapkan enam besar nama, tetapi muncul kembali setelah disampaikan ke Bawaslu. Termasuk banyak calon yang lulus enam besar, sebelumnya sudah terkena sanksi DKPP, begitu juga dengan wilayah II dan III,” ungkap Rudi Samosir kepada awak media, Rabu (2/8) seperti dilansir dari Sumut Online.

Rudi mengatakan, lembaga penyelenggara pemilu hendaknya diisi oleh orang-orang yang kredibel dan kompeten serta memiliki independensi dan profesionalisme. Dengan demikian, pilkada yang demokratis dan bersih akan dapat diwujudkan. Menurutnya, pengalaman sebagai aktivis juga menjadi pertimbangan akan idealisme sebuah proses berdemokrasi bagi lembaga penyelenggara. Namun pengaruh kepentingan membuat semua hal itu seolah hanya menjadi slogan.

“Mirisnya kita melihatnya, terjadi pergeseran nilai. Sehingga penyelenggara seperti tidak harus punya kredibilitas dan idealisme melainkan yang penting ada ‘gacoknya’,” ujarnya.

Ia juga menilai, kasus seperti ini sudah harus menjadi pelajaran betapa sistem seleksi penyelenggara pemilu di Indonesia, khususnya di Sumut, jauh dari harapan akan kualitas hasil pemilihan.

“Adanya dugaan otak-atik, titipan, dan pungli membuat kita pesimis pemilu jujur itu bisa tercapai, seperti jauh panggang dari api,” cetusnya.

Dengan kondisi ini, lanjut Rudi, pihaknya akan menggelar aksi ke Bawaslu RI, DKPP, Bawaslu Sumut, Sekretariat Timsel dan Ombudsman RI, untuk mendesak dilakukan seleksi ulang.

“Kita juga meminta ada evaluasi Timsel dan Bawaslu. Silahkan buka hasil ujian agar jelas. Karena kita menduga ada perubahan hasil ujian pada setiap tahapan selama ini,” tegas Rudi.

[irp posts=”1463″ name=”KPK dan Pemkab Tapteng Rapat Monitoring Pencegahan Korupsi”]

Sementara itu, relawan Komunitas Pemilu Bersih, Juson Simbolon menilai, proses seperti ini memang sangat rentan dengan permainan khususnya bagi pemilik keputusan. Bahkan Juson mengaku mendapat kabar dari seorang peserta yang dimintai uang oleh orang dekat oknum Timsel, dengan iming-iming akan diluluskan ke enam besar calon Panwas.

“Ini yang kita khawatirkan, karena sejak awal sudah ada kecurigaan ada permainan di dalam Timsel. Apalagi sampai ada oknum yang berani mengatasnamakan Timsel untuk meminta uang agar lolos di tahap berikutnya,” katanya.

“Mainan model ‘calo busuk’ begini lah yang membuat lembaga pengawas ini seperti tidak berguna, karena sejak awal sudah tercium aroma tidak sedap seperti dugaan pungli,” ujarnya usai mendengar keluhan peserta tentang oknum orang dekat Timsel meminta uang Rp5 juta untuk lolos enam besar. (red/Sumut Online)